A. Pengertian
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.
B. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya :
1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru digunakan lewat rektal atau anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang lebih 2 g.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka Suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya.
2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat umumnya 5 g.
Supositoria kempa atau Supositoria sisipan adalah Supositoria vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut / bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g. Supositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bag. gliserin, 20 bag. gelatin dan 10 bag. air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350 C°
3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk batang panjang antara 7 cm - 14 cm.
C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
D. Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Suppositoria
1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum maupun vagina atau urethra, seperti penyakit haemorroid / wasir / ambein dan infeksi lainnya.
2. Juga secara rektal digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum,
3. Apabila penggunaan obat peroral tidak memungkinkan, seperti pasien mudah muntah, tidak sadar.
4. Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk ke dalam sirkulasi darah,
5. Agar terhindar dari pengrusakan obat oleh enzym di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hepar .
1. Faktor fisiologis :
Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya rendah. Epitel rektum keadaannya berlipoid (berlemak), maka diutamakan permeable terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut dalam lemak).
2. Faktor fisika-kimia dari obat dan basis :
a. Kelarutan obat : Obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat terabsorpsi dari pada obat yang larut dalam air.
b. Kadar obat dalam basis : bila kadar obat naik maka absorpsi obat makin cepat.
c. Ukuran partikel : ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan larut dari obat ke cairan rektal.
d. Basis Suppositoria : Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak dilepas segera ke cairan rektal bila basis cepat melepas setelah masuk ke dalam rektum, dan obat akan segera diabsorpsi dan aksi kerja awal obat akan segera nyata. Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis larut dalam air, aksi kerja awal dari obat akan segera nyata bila basis tadi segera larut dalam air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar