D. Wadah Pembungkus dan Label
Wadah
dan pembungkus makanan harus terbuat dari bahan yang tidak membahayakan
kesehatan, tidak merusak / menurunkan mutu makanan, juga harus dapat melindungi dan
mempertahankan mutu isinya.
Sebagai
pelaksanaan dari UU RI No.7 tahun 1996 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan maka Permenkes RI yang mengatur
tentang Label dan Iklan tidak berlaku lagi.
Berdasarkan
PP No.69 tahun 1999 label makanan harus memuat :
1.
|
Bagian Utama harus mencantumkan :
§ Nama Dagang
§ Nama Jenis makanan
§ Isi bersih / Netto
§ Nama dan alamat pabrik / importir
|
2.
|
Bagian
lain dari label harus mencantumkan :
§ Komposisi
§ Nomor Pendaftaran (MD / ML )
§ Kode produksi
§ Tanggal kadaluarsa yang dinyatakan dengan kalima “Baik digunakan
sebelum…”
§ Petunjuk Penyimpanan (untuk produk-produk tertentu)
§ Petunjuk Penggunaan
§ Informasi Nilai Gizi (untuk produk-produk tertentu)
§ Tulisan atau persyaratan khusus misalnya :
a)
Susu Kental Manis
(Per.Men.Kes RI No. 78/ Menkes/
Per/XII/1975 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan Susu Kental
Manis), harus dicantumkan tanda peringatan yang berbunyi “Perhatian
! Tidak cocok untuk bayi” (huruf merah dalam kotak persegi merah).
b)
Makanan yang mengandung bahan
yang berasal dari babi, (Permenkes RI.No.280/Menkes/Per/XI/1976 tentang
Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang mengandung bahan
berasal dari babi), harus dicantumkan
tanda peringatan berupa Gambar babi
dan tulisan berbunyi “Mengandung Babi”, ditulis dengan huruf besar,
berwarna merah dalam kotak persegi yang juga berwarna merah dengan ukuran
minimal Univers medium corps 12.
c)
Pengganti Air Susu Ibu, tulisan
dan logo Halal (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.82/Menkes/ SK/ I/1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal Pada Label
Makanan) jika makanan tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang atau
haram dan telah memperoleh Sertifikat Halal dari MUI (Majelis Ulama
Indonesia) serta Surat Persetujuan Pencantuman Tulisan Halal pada Label dari
Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM).
Makanan Halal
(berdasarkan Permenkes RI nomor 82/1996) adalah semua jenis
makanan dan minuman yang
tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah/diproses
menurut hukum Agama
Islam.
Produk makanan yang dapat mencantumkan tulisan
“Halal” sebagai berikut :
§ Bumbu masak
§ Kecap
§ Biskuit
§ Minyak Goreng
§ Susu, Es Krim
§ Coklat/permen
§ Daging dan
hasil olahannya
§ Produk yang
mengandung minyak hewan, gelatin, shortening, lecithin
§ Produk lain
yang dianggap perlu.
Produk-produk
makanan tersebut di atas harus :
1.
Memenuhi
persyaratan makanan halal berdasarkan hukum Islam.
2.
Diproduksi sesuai dengan cara pengolahan makanan
Halal. Pencantuman tulisan Halal pada Label makanan hanya dapat dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal POM ( sekarang Badan
POM).
Pemberian persetujuan pencantuman tulisan
Halal diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim Penilai.Tim penilai
terdiri dari unsur Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM) dan Departemen
Agama yang ditunjuk. Hasil penilaian Tim Penilai disampaikan kepada Dewan
Fatwa untuk memperoleh persetujuan atau penolakan.
|
3.
|
Kalimat dan
kata-kata yang digunakan pada label harus sekurang-kurangnya dalam bahasa Indonesia
atau bahasa lainnya dengan
menggunakan huruf latin.
|
4.
|
Etiket tidak boleh mudah lepas, luntur karena air, gosokan atau pengaruh sinar matahari.
|
E. Bahan Tambahan Makanan / Pangan (BTM/BTP)
(Per.Men.Kes. No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan
Permenkes RI No.1186
tahun 1999 tentang Perubahan
atas Permenkes RI
No.722/Menkes/ Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan)
Dasar pertimbangan
ditetapkannya peraturan ini adalah :
1.
Bahan makanan yang menggunakan bahan tambahan
makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap
kesehatan manusia.
2.
Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang
menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Bahan
tambahan makanan adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
ingredien khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung / tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Nama bahan tambahan
makanan menggunakan nama generik, nama
Indonesia atau nama Inggris. Bahan tambahan makanan tersebut dilarang
penggunaannya jika :
a.
Untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
tidak memenuhi syarat.
b.
Untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk makanan.
c.
Untuk menyembunyikan kerusakan makanan
Bahan tambahan yang diproduksi, diimpor atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia tentang bahan
tambahan makanan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menkes. Penggunaan
bahan tambahan makanan dibatasi jumlahnya,
yang disebut Batas Maksimum
Penggunaan (BMP).
Penggolongan bahan tambahan makanan yang boleh digunakan dan contohnya sebagai berikut :
1.
Antioksidan, untuk mencegah /
menghambat oksidasi. Contohnya asam
askorbat, dalam buah kaleng butil
hidroksi, anisol atau butil hidroksi toluen dalam lemak / minyak.
2.
Anti kempal, dapat mencegah
mengempalnya makanan yang berupa serbuk . Contohnya kalsium aluminium
silikat, dalam garam meja.
3.
Pengatur
keasaman, dapat mengasamkan, menetralkan,
mempertahankan derajat keasaman makanan. Contohnya asam sitrat, dalam sayur / buah kalengan amonium,
bikarbonat dalam coklat.
4.
Pemanis buatan, dapat menyebabkan
rasa manis pada makanan, tidak atau
hampir tidak mempunyai nilai gizi Contohnya sakarin, dalam minuman ringan berkalori
rendah dan siklamat, dalam selai
dan jeli aspartam, hanya boleh dalam
bentuk sediaan.
5.
Pemutih dan
pematang tepung, dapat mempercepat proses
pemutihan atau pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Contohnya asam askorbat dalam tepung, natrium stearil fumarat dalam roti dan
sejenisnya.
6.
Pengemulsi, pemantap
dan pengental, dapat membantu
terbentuknya atau memantapkan
sistem dispersi yang homogen pada
makanan. Contohnya hidroksi propil metil selulosa dalam es krim dan agar dalam
sardin kalengan.
7.
Pengawet, mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau
penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya
asam benzoat dalam kecap, asam propionat
dalam roti.
8.
Pengeras, dapat memperkeras
atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya aluminium natrium sulfat dalam acar
ketimun dan kalsium glukonat dalam buah
kalengan.
9.
Pewarna, memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Contohnya :
Pewarna
alami :
Klorofil dalam jem dan jeli serta Kurkumin dalam lemak dan minyak makan,
Titanium oksida, dalam kembang gula
Pewarna sintetik : Tartrazin dalam kapri kalengan ; Eritrosin dalam udang kalengan; Ponceau-4R
dalam minuman ringan.
10.
Penyedap rasa
dan aroma, penguat rasa, dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya etil vanilin dalam makanan bayi kalengan.
11.
Sekuestran, dapat mengikat
ion logam yang ada dalam makanan. Contohnya isopropil sitrat dalam margarin, kalsium dinatrium dalam udang kalengan.
12.
Humektan, adalah bahan
tambahan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan. Contohnya glyserol .
Beberapa
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan untuk makanan berdasarkan
Permenkes RI nomor 722 tahun 1998 dan Permenkes RI nomor 1168 tahun 1999
sebagai berikut :
a.
Asam borat dan turunannya, contoh : Borax ( Natrium
Tetra Borat).
b.
Asam salisilat dan garamnya.
c.
Dulsin
d.
Dietil Pirokarbonat
e.
Formalin atau Formaldehida
f.
Kloramfenikol
g.
Nitrofurazon
h.
Minyak nabati yang dibrominasi
i.
Kalium Klorat
j.
Kalium Bromat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar