Jumat, 22 Februari 2013

UUK : Makanan Minuman 3


I. Minuman Keras ( Minuman Beralkohol)
(Permenkes RI No. 86/Menkes/Per/IV/1977  tentang  Minuman     Keras)
          Pertimbangannya adalah karena penggunaan minuman keras dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Yang dimaksud dengan minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat.

Penggolongan minuman beralkohol:
1.
Golongan A
minuman keras dengan kadar etanol  1 –  5 %
2.
Golongan B
minuman keras dengan kadar etanol  5% - 20%
3.
Golongan C
minuman keras dengan kadar etanol  20%-55%
 % yang dimaksud adalah volume / volume pada suhu 20oC.

          Berdasarkan Keputusan Presiden No.3 tahun 1997 tentang Minuman Beralkohol, Izin produksi minuman beralkohol diberikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI sedangkan untuk izin peredarannya diberikan oleh Menteri Kesehatan (sekarang Badan POM).

Larangan-larangan  :
a.
Umum :
§  Lokasi penjualan keras seperti restoran, kedai, bar atau tempat lain untuk diminum di tempat penjualan, tidak boleh berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit
§  Dilarang memproduksi dan mengimpaor minuman keras tanpa izin Menteri.
§  Dilarang mengedarkan minuman keras yang mengandung Metanol lebih dari 0,1 % dihitung terhadap Etanol
§  Dilarang menjual / menyerahkan minuman keras kepada anak dibawah umur  16 tahun

B.
Khusus :
§  Pada penyerahan minuman keras golongan C kepada konsumen, pengecer minuman keras harus mencatat tanggal penyerahan, nama dan alamat penerima, nomor dan tanggal paspor atau KTP dan jenis dan jumlah minuman keras yang  bersangkutan.
§  Dilarang mengiklankan minuman keras golongan C

                 

J. Makanan Iradiasi                                     

(Per.Men.Kes. RI No. 826/Menkes/Per/XII/1987  tentang Makanan Iradiasi)
Dasar pertimbangan ditetapkannya Permenkes ini adalah  :
1.        Saat ini perkembangan penggunaan teknik radiasi untuk kesejahteraan manusia sudah semakin maju,  termasuk teknik radiasi untuk pengawetan makanan.
2.        Penggunaan teknik radiasi untuk pengawetan makanan yang sudah mencapai tingkat komersial harus tetap aman bagi masyarakat.
3.        Perlu diatur dan diawasi cara pengawetan makanan dengan radiasi serta peredarannya,  untuk mencegah penggunaan teknik radiasi secara tidak terkendali.

Yang dimaksud dengan  :
a.        Makanan Iradiasi adalah setiap makanan yang dikenakan sinar atau radiasi ionisasi, tanpa memandang sumber atau jangka iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
b.        Iradiasi        adalah setiap prosedur, metoda atau perlakuan secara fisika yang dimaksudkan untuk melakukan radiasi ionisasi pada makanan, baik digunakan penyinaran tunggal atau beberapa penyinaran, asalkan dosis maksimum yang diserap tidak melebihi dari yang diizinkan.

          Makanan  iradiasi  yang terkemas, sebelum diedarkan harus diberi label,  yang mencantumkan  :
1.        Logo   dan tulisan  :  “RADURA”
2.        Serta tulisan yang menyatakan tujuan radiasi,  yaitu:
-            “Bebas serangga”
-            “Masa simpan diperpanjang”
-            “Bebas bakteri patogen”
-            “Pertunasan dihambat”.
-            Tulisan “Makanan Iradiasi” dan jika tidak boleh di iradiasi ulang, dicantumkan tulisan “Tidak boleh diiradiasi ulang”.

Contoh makanan yang boleh diiradiasi  :
1.        Rempah-rempah kering, untuk mencegah / menghambat pertumbuhan serangga
2.        Umbi-umbian  (kentang,  bawang merah,  bawang putih  dan  rizoma), untuk menghambat pertunasan.
3.        Biji-bijian, untuk mencegah pertumbuhan serangga

K. Garam Beryodium

(Keputusan Menkes RI No. 165/Menkes/SK/II/1986  tentang Persyaratan Garam Beryodium).
          Dasar pertimbangan ditetapkannya SK Menkes ini adalah menetapkan penggunaan garam beryodium dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan kelainan akibat kekurangan Yodium, khususnya penyakit gondok dan kretin endemik.
          Kandungan yodium dalam garam beryodium harus memenuhi syarat-syarat  :
1.        Pada tingkat produksi : harus mengandung KIO3 (Kalium Iodat) sebesar 40 – 50 ppm (bagian persejuta) atau                   40 – 50 g/kg KIO3.
2.        Pada tingkat distribusi : harus mengandung Kalium Iodat sebesar  30 – 50 ppm (bagian persejuta) atau 30 – 50 mg/kg KIO3.

          Garam konsumsi yang beredar di seluruh Indonesia adalah garam dalam bentuk garam beryodium dalam negeri yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menkes,  dan pada label juga dicantumkan tulisan  “Garam Beryodium”


L. Fortifikasi Tepung Terigu

(Keputusan Menkes RI No. 632/Menkes/SK/VI/1998  tentang           Fortifikasi Tepung Terigu)
          Dasar pertimbangan ditetapkannya SK ini adalah dalam rangka penanggulangan kekurangan zat gizi mikro serta untuk meningkatkan mutu pangan terutama tepung terigu, perlu dilakukan fortifikasi khususnya dengan zat besi, seng,             vitamin B-1, vitamin B-2 dan asam folat.

          Dalam keputusan ini ditetapkan bahwa, tepung terigu yang diproduksi   dan  diedarkan   di   Indonesia    harus    mengandung

fortifikan sebagai berikut  :
1.        Zat besi                                        :  60 ppm
2.        Seng                                            :  30 ppm
3.        Vitamin B-1 (tiamin)                    :  2,5 ppm
4.        Vitamin B-2 (riboflavin)              :  4 ppm
5.        Asam folat                                   :  2 ppm

          Selain itu tepung terigu juga harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)  dan industri tepung terigu harus mempunyai Sertifikat SNI untuk setiap merk produk tepung terigu yang diproduksinya.Produk lain yang harus mempunyai Sertifikat SNI yaitu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Garam Beryodium.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar