I. Minuman Keras ( Minuman Beralkohol)
(Permenkes RI No.
86/Menkes/Per/IV/1977 tentang Minuman
Keras)
Pertimbangannya
adalah karena penggunaan minuman keras dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Yang dimaksud dengan minuman
keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat.
Penggolongan minuman
beralkohol:
1.
|
Golongan A
|
minuman keras dengan kadar
etanol 1 – 5 %
|
2.
|
Golongan B
|
minuman keras dengan kadar
etanol 5% - 20%
|
3.
|
Golongan C
|
minuman keras dengan kadar
etanol 20%-55%
|
% yang dimaksud adalah volume / volume pada
suhu 20oC.
Berdasarkan
Keputusan Presiden No.3 tahun 1997 tentang Minuman Beralkohol, Izin produksi
minuman beralkohol diberikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
sedangkan untuk izin peredarannya diberikan oleh Menteri Kesehatan (sekarang
Badan POM).
Larangan-larangan :
a.
|
Umum :
|
§ Lokasi penjualan keras seperti
restoran, kedai, bar atau tempat lain untuk diminum di tempat penjualan,
tidak boleh berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit
§ Dilarang memproduksi dan mengimpaor
minuman keras tanpa izin Menteri.
§ Dilarang mengedarkan minuman keras yang
mengandung Metanol lebih dari 0,1 % dihitung terhadap Etanol
§ Dilarang menjual / menyerahkan minuman
keras kepada anak dibawah umur 16
tahun
|
B.
|
Khusus :
|
§ Pada penyerahan minuman keras golongan
C kepada konsumen, pengecer minuman keras harus mencatat tanggal penyerahan,
nama dan alamat penerima, nomor dan tanggal paspor atau KTP dan jenis dan
jumlah minuman keras yang
bersangkutan.
§ Dilarang mengiklankan minuman keras
golongan C
|
J. Makanan Iradiasi
(Per.Men.Kes. RI
No. 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang
Makanan Iradiasi)
Dasar
pertimbangan ditetapkannya Permenkes ini adalah
:
1.
Saat ini perkembangan penggunaan teknik radiasi
untuk kesejahteraan manusia sudah semakin maju,
termasuk teknik radiasi untuk pengawetan makanan.
2.
Penggunaan teknik radiasi untuk pengawetan makanan
yang sudah mencapai tingkat komersial harus tetap aman bagi masyarakat.
3.
Perlu diatur dan diawasi cara pengawetan makanan
dengan radiasi serta peredarannya, untuk
mencegah penggunaan teknik radiasi secara tidak terkendali.
Yang dimaksud dengan
:
a.
Makanan Iradiasi adalah setiap makanan yang
dikenakan sinar atau radiasi ionisasi, tanpa memandang sumber atau jangka
iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
b.
Iradiasi adalah setiap prosedur, metoda atau
perlakuan secara fisika yang dimaksudkan untuk melakukan radiasi ionisasi pada
makanan, baik digunakan penyinaran tunggal atau beberapa penyinaran, asalkan
dosis maksimum yang diserap tidak melebihi dari yang diizinkan.
Makanan iradiasi
yang terkemas, sebelum diedarkan harus diberi label, yang mencantumkan :
1.
Logo dan
tulisan : “RADURA”
2.
Serta tulisan yang menyatakan tujuan radiasi, yaitu:
-
“Bebas serangga”
-
“Masa simpan diperpanjang”
-
“Bebas bakteri patogen”
-
“Pertunasan dihambat”.
-
Tulisan “Makanan Iradiasi” dan jika tidak
boleh di iradiasi ulang, dicantumkan tulisan “Tidak boleh diiradiasi ulang”.
Contoh makanan yang boleh
diiradiasi :
1.
Rempah-rempah kering, untuk mencegah / menghambat
pertumbuhan serangga
2.
Umbi-umbian
(kentang, bawang merah, bawang putih
dan rizoma), untuk menghambat
pertunasan.
3.
Biji-bijian, untuk mencegah pertumbuhan serangga
K. Garam Beryodium
(Keputusan Menkes RI No. 165/Menkes/SK/II/1986 tentang Persyaratan Garam Beryodium).
Dasar
pertimbangan ditetapkannya SK Menkes ini adalah menetapkan penggunaan garam
beryodium dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan kelainan akibat
kekurangan Yodium, khususnya penyakit gondok dan kretin endemik.
Kandungan yodium dalam garam beryodium
harus memenuhi syarat-syarat :
1.
Pada
tingkat produksi : harus mengandung KIO3 (Kalium Iodat) sebesar 40 – 50 ppm
(bagian persejuta) atau
40 – 50 g/kg KIO3.
2.
Pada
tingkat distribusi : harus mengandung Kalium Iodat sebesar 30 – 50 ppm (bagian persejuta) atau 30 – 50
mg/kg KIO3.
Garam konsumsi yang beredar di seluruh Indonesia adalah
garam dalam bentuk garam beryodium dalam negeri yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Menkes, dan pada label
juga dicantumkan tulisan “Garam
Beryodium”
L. Fortifikasi Tepung Terigu
(Keputusan Menkes RI No.
632/Menkes/SK/VI/1998 tentang Fortifikasi Tepung Terigu)
Dasar
pertimbangan ditetapkannya SK ini adalah dalam rangka penanggulangan kekurangan
zat gizi mikro serta untuk meningkatkan mutu pangan terutama tepung terigu,
perlu dilakukan fortifikasi khususnya dengan zat besi, seng, vitamin B-1, vitamin B-2 dan asam
folat.
Dalam
keputusan ini ditetapkan bahwa, tepung terigu yang diproduksi dan diedarkan
di
Indonesia harus mengandung
fortifikan sebagai berikut :
1.
Zat besi : 60 ppm
2.
Seng
: 30 ppm
3.
Vitamin B-1 (tiamin) : 2,5 ppm
4.
Vitamin B-2 (riboflavin) : 4 ppm
5.
Asam folat : 2 ppm
Selain
itu tepung terigu juga harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan industri tepung terigu harus
mempunyai Sertifikat SNI untuk setiap merk produk tepung terigu yang
diproduksinya.Produk lain yang harus mempunyai Sertifikat SNI yaitu Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK) dan Garam Beryodium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar